Selasa, 06 November 2012

TKI Pahlawan Indonesia Paling apes


Jargon pemerintah menyebut mereka pahlawan devisa. Tapi sayangnya pemerintah Indonesia tak bisa menghormati pahlawannya. Maka tenaga kerja Indonesia (TKI) mungkin pahlawan paling apes.

TKI pergi dengan sejuta harapan dari kampung. Di tengah himpitan kemiskinan, dan pendidikan rendah, mereka berangkat. Berharap bisa mengais lembaran ringgit, real atau dollar Hongkong. Kenyataannya kehidupan TKI tak semanis madu.

Berita TKI diperkosa, dibunuh atau disiksa majikannya . Disekap dalam rumah bordil atau tak diberi makan majikan yang kejam.

Kembali rakyat Indonesia digegerkan dengan masalah TKI di Malaysia. Kali ini sebuah iklan disebar di Malaysia. Isinya penyalur TKI memberikan diskon 40 persen untuk pembantu asal Indonesia. Seperti barang saja warga negara Indonesia dijual.

"Ini sangat memalukan. Ini melecehkan. Tentu sebagai bangsa ini memprihatinkan sekali," kata sosiolog Musni Umar saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (29/10).

Kecaman juga datang dari para politikus Senayan. Anggota DPR ini ramai-ramai mengutuk iklan tersebut.
"Iklan tersebut jelas merupakan justifikasi bentuk perbudakan baru, di mana TKW diperdagangkan seperti sebuah barang. Apa pun modus oknum pembuat iklan tersebut, maka oknum telah menginjak bom waktu, yaitu menghina harga diri bangsa Indonesia," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Nova Riyanti Yusuf.
Bukan ini saja TKI Indonesia dihina dan disiksa di Malaysia. Tanpa ada perlindungan dari pemerintah Indonesia mereka terus mendapat perlakuan tak pantas.

Kasus penganiayaan yang menimpa TKI bernama Siti Hajar misalnya. Wanita berusia 33 tahun ini disiksa majikannya di Malaysia, Michele, pada 7 Juni 2009, hingga mengalami luka parah. Dalam proses pengadilan di negeri jiran itu Michele terbukti menyiram Siti dengan air panas, menyiksa dengan martil dan gunting hingga menyebabkan cacat permanen pada tubuh Siti.

Meski sang majikan divonis delapan tahun penjara, namun hal itu tak memadamkan kemarahan masyarakat Indonesia. Akhirnya, pada Juni 2009, Pemerintah RI menerapkan moratorium atau penghentian sementara penempatan TKI sektor informal ke Malaysia, kemudian dibuka kembali pada Desember 2011.

Namun mirisnya, kasus penganiayaan terhadap TKI di Malaysia kembali terungkap, bertepatan dengan penerapan moratorium. Modesta Rengga Kaka disiksa oleh majikannya, Choo Pei Ling hingga menderita luka di sejumlah bagian badan Modesta.

Selain disiksa secara fisik, Modesta juga tidak diberikan makanan yang layak, dipekerjakan di dua rumah melebihi jam kerja yang sepatutnya, tidak diberikan waktu isirahat dan tempat untuk tidur yang layak.
Pada 2010 seorang TKI bernama Nurul Aidah ditemukan tewas dalam bagasi mobil majikannya. Dari hasil otopsi ditemukan lebam-lebam pada tubuh pembantu asal Bogak, kabupaten Batubara, Sumatera Utara itu, akibat pukulan benda tumpul, sehingga kematian Nurul diduga akibat kekerasan majikan. Akibat kejadian itu, kedua majikan Nurul, yakni Krishnan dan Lechumi serta anaknya, dan agen Too dan dua kawannya ditahan polisi Malaysia.

Tak hanya itu, aksi kekerasan disertai pemerkosaan oleh majikan terungkap pada September 2010. Kali ini menimpa seorang TKI asal Lampung, Winfaidah (26). Korban disiksa dengan disiram air panas dan disetrika tubuhnya. Tak hanya itu, korban juga diperkosa berulang kali oleh majikannya.
Tragis, tapi sayangnya cerita kelam ini terus berulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar