Melihat, mendengar, meraba dan
merasakan sendiri kehidupan bangsa Indonesia seperti sekarang membuat hati saya
pilu. Bagaimana tidak! Sebuah negara yang sangat kaya akan sumber daya alam
malah menjadi sebuah negara yang hidupnya melarat.
Kehidupan di negeri ini seakan-akan
tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan di berbagai bidang, sebut saja
bidang ekonomi, politik dan hukum. Padahal sejak digulingkannya kekuasaan Alm.
Soeharto dari kursi kepresidenan, bangsa ini telah memulai babak baru dalam
pemerintahan yang diberi nama dengan “Reformasi”. Sebuah zaman dimana
nilai-nilai demokrasi dan pengakuan HAM benar-benar diakui dan direalisasikan
dalam berbagai sendi kehidupan.
Tapi apa yang terjadi! Negara Indonesia
menduduki peringkat lima besar negara terkorup di dunia dan Asia. Angka
kemiskinan juga masih relatif tinggi di berbagai daerah se-Nusantara. Rendahnya
kualitas sumber daya manusianya. Seolah membuktikan bahwa pemerintah kurang
berhasil dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada.
Banyak orang beranggapan bahwa
nilai-nilai demokrasi yang diterapkan belum maksimal. Atau bahkan negara
Indonesia belum dapat dikatakan sebagai sebuah bangsa yang demokratis. Banyak
pula yang berpikiran bahwa akar permasalahan di negeri ini adalah terletak pada
sistemnya. Apabila Indonesia menegakkan syari’at Islam secara kaffah maka
niscaya kehidupan akan menjadi aman, damai, sentosa, makmur dan sejahtera.
Masing-masing kelompok ini memang
memiliki alasan dan fakta yang mendukung argumennya, sehingga terkadang sulit
untuk menentukan pendapat mana yang dianggap paling benar.
Nah, disini saya hanya akan
mencoba memberikan pandangan pribadi saya mengenai permasalahan ini. Kenapa
saya mengatakan “hanya”? karena di tulisan ini saya tidak akan mendukung salah
satu kelompok tersebut.
Sebagai seorang muslim, saya tahu bahwa
dalam agama Islam tidak ada yang namanya istilah “demokrasi”. Istilah ini
pertama kali muncul di negara Barat. Yang ada hanyalah istilah “syuro” atau
yang lebih kita kenal dengan musyawarah. Syuro adalah suatu jalan ijtihad yang
dilakukan apabila dalam memutuskan pemecahan suatu perkara tidak ada nashnya
dalam Al Qur’an dan Hadist. Artinya, selama suatu solusi terkandung dalam kedua
sumber hukum Islam tersebut, maka tidak dibenarkan melakukan syuro.
Hal ini jelas berbeda dengan apa yang diimani
oleh para penganut paham demokrasi. Mereka mengatakan bahwa yang berkuasa dalam
suatu negara adalah rakyat. Sehingga semua peraturan perundangan-undangan
haruslah direncanakan, dirumuskan, dibahas dan akhirnya disahkan oleh rakyat
itu sendiri. Sebuah negara yang baik adalah negara yang bisa membuat rakyatnya
bahagia. Katanya!
Meskipun apa yang diinginkan oleh
rakyat itu sendiri bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam. Benarkah!
Mengapa demikian? Bukankah tadi saya sudah mengatakan bahwa asalkan rakyat
bahagia dan senang maka semua hal boleh dan sah-sah saja dilakukan, selama
tidak mengganggu kenyamanan individu lain di lingkungannya berada.
Di negara-negara Barat yang
mengagungkan demokrasi yang mayoritas penduduknya adalah beragama Nasrani tentu
akan berbeda pola kehidupannya apabila yang mendiami negara tersebut adalah
kebanyakan muslim. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah mengapa di Indonesia
sendiri yang dihuni oleh lebih dari 90% penduduknya beragama Islam, kok
malah kalah dengan negara Barat tadi. Dalam artian kalah dalam kemajuan
kehidupannya.
Sekali lagi, ini hanyalah opini saya
pribadi.
Menurut penginderaan saya, semua
kemerosotan di negara ini bukanlah salah agama Islam. Agama ini bukanlah agama
yang kuno dan statis. Bukankah agama Islam adalah agama yang dinamis dan selalu
sesuai dengan segala zaman?
Jadi apa yang
salah? Saya hanya dapat berkesimpulan bahwa lebih dari 50% muslim di Indonesia
belum beriman. Ini ditunjukkan dari cara-cara hidup mereka yang lebih cenderung
meniru gaya hidup orang barat dibandingkan gaya hidup Rasulullah SAW.
Seandainya
demokrasi yang diterapkan di Indonesia ini adalah demokrasi yang berlandaskan
nilai-nilai Islam, maka pasti kita akan menjadi bangsa yang lebih maju dan
unggul dibandingkan dengan bangsa lain di dunia. Apabila, toh demokrasi
Pancasila harus diganti dengan sistem Khilafah Islamiyah seperti yang sekarang
ini ramai didengung-dengungkan oleh sekelompok muslim, saya sependapat saja
dengan mereka. Dan saya kira semua muslim juga akan berpikiran sama dengan
saya. Kalau ada muslim yang tidak setuju dengan konsep Khilafah ini, maka perlu
dipertanyakan keimanan orang tersebut. Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar